Sejarah dan Fakta Banjir di Jakarta

Banjir di Jakarta sudah menjadi masalah yang terjadi bertahun-tahun di Ibukota Indonesia tersebut. Sejak lama, Jakarta dan kawasan Jabodetabek sudah dikenal dengan beberapa daerahnya yang namanya diawali dengan kata rawa dan Situ seperti seperti Rawamangun, Rawa Belong, Situ Babakan, Rawa Dongkel, Rawa Kalong, dll. Jakarta yang berada di dataran rendah dan dilewati aliran beberapa sungai sudah sering jadi penampung hujan maupun banjir kiriman sejak lama.

Banjir di Jakarta sudah terjadi sejak sebelum Jakarta dijadikan ibukota negara ini, dan bahkan sudah tercatat sejak zaman Tarumanegara. Selain kisah tentang banjir yang pernah terjadi, prasasti Tugu penanggulangannya dalam abad ke lima Masehi. Prasasti tersebut berisi tentang penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.

Banjir masih jadi masalah yang serius setelah Belanda datang ke Indonesia. Menurut pengamat Belanda yang waktu itu masih berdagang dan singgah kapalnya di Jakarta, keadaan tata air di Jakarta dikatakan sangat buruk. Walaupun begitu, Jakarta ternyata tetap punya daya tarik yang cukup besar bagi pendatang. Buktinya para pedagang tersebut masih meminta izin dari penguasa Jayakarta untuk mendirikan gudang dan pangkalan di muara Ciliwung yang juga merangkap sebagai kantor. Bangunan yang didirikan pada tahun 1612 itu kemudian ditetapkan menjadi kantor pusat perdagangan dan tempat pertemuan kapal-kapal Belanda. Salah satu alasan dipilihnya Jakarta sebagai pusat perdagangan saat itu adalah karena letaknya di tengah jalur pelayaran ke Timur (Maluku) dan Barat.

Setelah Jakarta diserbu dan dibakar habis pada tahun 1619, Belanda mendirikan kota yang diberi nama Batavia sesuai dengan nama salah satu benteng tertua. Mereka menggali terusan-terusan yang dihubungkan dengan Sungai Ciliwungsebagai drainase, lalu lintas air, dan pertahanan yang dibuat melingkungi kota tujuannya. Pembangunan dan penambahan terusan masih dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya. Selain itu, pengerukan juga dilakukan untuk mengatasi pendangkalan karena lumpur yang dibawa dari Muara sungai.

Selain karena letaknya yang ada di dataran rendah sehingga jadi penampung hujan dan banjir kiriman, Jakarta juga mengalami banjir karena banyaknya sampah yang dibuang warganya. Berbagai solusi dalam bentuk aturan sudah dibuat sejak Belanda berkuasa di Indonesia. Salah satunya adalah keharusan bagi setiap penghuni untuk mengeruk lumpur di parit depan rumahnya dengan biaya sendiri yang berlaku sampai tahun 1809. Kemudian orang harus membayar semacam pajak yang sudah ditentukan aturannya. Pada waktu Daendels dan tahun-tahun pertama pemerintahan Inggris, pengerukan tidak dilakukan sama sekali, sehingga pada tahun 1815 semua terusan dalam kota dipenuhi lumpur.

Banjir besar di atas 1 meter sudah terjadi berkali-kali di Jakarta. Salah satunya banjir pada tahun 1872 yang melanda kota bawah maupun kota atas. Ini membuat orang-orang mengejek singkatan B.O.W. (Burgerlijke Openbare Werken) dengan mengubahnya menjadi Batavia Onder Water yang berarti (Betawi di bawah genangan air).

Setelah Jakarta beberapa kali berubah nama hingga akhirnya menjadi ibukota Indonesia, banjir di Jakarta sudah ditangani oleh beberapa presiden dan gubernurnya dengan beragam solusi dan kebijakan. Kebijakan tersebut misalnya normalisasi, naturalisasi, Pengerukan sungai, pembuatan waduk, dll. Tapi, kenyataannya, banjir masih datang dan pergi sesuai curah hujan dan faktor-faktor lainnya walaupun sudah sempat berkurang sesekali. Selain itu, menurut catatan sejarah, Jakarta juga mengalami penurunan ketinggian permukaan tanah setiap tahunnya. Solusi seperti apa yang akan benar-benar menghentikan atau meminimalkan banjir di Jakarta dalam jangka panjang? Entahlah. Yang jelas, faktanya, banjir di Jakarta sudah berlangsung sejak dulu dan sudah coba diatasi dengan berbagai solusi yang sepatutnya kita hargai.
Berikutnya
« Prev Post
Sebelumnya
Next Post »