Definisi Toxic dan Toxic masculinity

Toxic dalam bahasa Inggris berarti beracun. Toxic juga sering digunakan untuk menyebut sesuatu atau seseorang yang memberi dampak buruk atau negatif kepada orang atau lingkungan sekitarnya. Orang yang toxic adalah orang yang memberikan dampak buruk terhadap kondisi psikologis orang lain. Sifat toxic tentu saja harus dihindari agar tidak muncul pada diri kita. Jika ini ada pada diri orang lain, kita bisa memilih untuk menjaga jarak dengan orang tersebut. Orang toxic atau toxic person sering tidak menyadari kalau dirinya toxic hingga kita mengingatkannya

Sikap yang sering dinilai toxic ada banyak. Misalnya :

  • Suka mengkritik orang lain tapi tidak mau dikritik. Orang seperti ini juga sering menganggap orang lain ignorant dan close minded saat tidak sependapat dengannya.
  • Bersikap terlalu posesif terhadap pasangan atau orang yang menjadi tanggung jawabnya. Merasa memiliki wajar, tapi tidak sampai membatasi pergerakan dan kebebasan orang lain, apalagi sampai pasangan atau anggota keluarga kita terganggu.
  • Manipulatif. Secara relatif sikap manipulatif cenderung negatif. Orang manipulatif suka berpura-pura sepaham dengan orang lain hanya untuk mencapai tujuannya. Orang manipulatif juga punya kemampuan mengendalikan orang lain bahkan sekelompok orang dengan kebohongan. Mereka hanya melakukan sesuatu yang menguntungkan dirinya sendiri atau golongannya.
  • Sering memperburuk mood orang lain dan tidak mampu membaca suasana tapi masih memaksakan interaksi dengan seseorang. Ketidaksengajaan dalam hal ini wajar, tapi kalau orang sudah bilang tidak merasa nyaman dengan tindakan kita dan kita malah memaksa, itu beda lagi.
  • Sulit meminta maaf, dan tidak mau memaafkan
  • Menjadikan penyakit mental sebagai pembenaran untuk perilaku negatif.
Itu hanya sebagian sikap toxic. Masih ada banyak lagi sikap toxic lainnya. Pada dasarnya penilaian terhadap sikap toxic bisa saja subjektif. Tapi yang pasti, saat kita sudah dinilai mengganggu orang lain, ada baiknya untuk mengubah perlakuan kita terhadap orang itu. Apa yang kita nilai baik, belum tentu baik dari sudut pandang orang lain.

Beberapa sikap toxic tidak hanya dilakukan satu orang, tapi sering kali itu dilakukan satu kelompok karena pewajaran suatu tindakan di lingkup sosial yang lebih luas. Untuk mengantisipasi atau mengubah toxic society atau lingkungan yang toxic tentu saja akan lebih sulit daripada hanya mengatasi sikap toxic dari satu orang. 

Toxic Masculinity

Masculinity atau maskulinitas adalah atribut atau penilaian terhadap kualitas yang diberikan kepada lelaki, terutama yang sudah dewasa. Dalam bahasa indonesia, maskulinitas disebut juga dengan kejantanan. Ini terkait dengan perilaku, pikiran, sikap, dan pakaian yang harus dijadikan ciri dari seorang pria. Maskulinitas dibangun secara sosial dan disepakati. Karena itu, toxic masculinity termasuk salah satu ciri lingkungan sosial yang toxic atau toxic society

Secara singkat, toxic masculinity adalah maskulinitas yang toxic atau negatif. Toxic masculinity bisa berdampak negatif bagi kondisi mental laki-laki yang memiliki masalah psikologis atau sosial. Kenyataannya, toxic masculinity tolok ukurnya bisa saja subjektif. Tapi kalau kita mengikuti beberapa studi, ada acuan untuk menilai keberadaan toxic masculinity. Tiga komponen yang menjadi ciri toxic masculinity adalah sebagai berikut.
  • Ketangguhan atau kekuatan fisik yang dinilai harus dimiliki seorang pria.
  • Antifeminitas, keharusan untuk menghindari sesuatu yang feminim
  • Kekuasaan, pria dinilai harus berkuasa secara sosial maupun finansial untuk bisa dihormati orang lain.
Jika kita melihat beberapa kebiasaan dan standar sosial di indonesia, ada beberapa toxic masculinity yang sesuai ciri di atas, misalnya :
  • Pria tidak boleh menangis, padahal menangis itu reaksi yang wajar dan bisa membantu kita menenangkan perasaan dengan lepasnya hormon oksitosin walaupun hanya sementara. Secara biologis, kenyataannya pria lebih sulit menangis, tapi bukan berarti tidak bisa menangis sama sekali. Ada beberapa pria yang lebih mudah menangis daripada kebanyakan pria.
  • Pria harus merokok agar terlihat jantan. Ini jelas bukan standar yang baik karena apapun yang kita lakukan adalah pilihan kita. Sayangnya, ini seolah-olah sudah menjadi kesepakatan. Pria di Indonesia seringkali menjadikan rokok sebagai tolok ukur kejantanan. Kelompok di lingkungan pergaulan kita banyak yang mengharuskan seseorang untuk merokok agar bisa nimbrung atau menjadi bagian dari suatu kelompok ngobrol. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah perokok terbanyak di peringkat ketiga dunia.
  • Menyelesaikan adu pukul dengan kekerasan dinilai jantan. Ada saatnya membela diri dengan kekerasan sudah tidak terelakkan, tapi tidak semua masalah perlu diselesaikan dengan kekerasan. Kebanyakan masalah malah tidak perlu penanganan secara fisik sama sekali.
  • Pria tidak boleh melakukan pekerjaan rumah karena pekerjaan rumah adalah pekerjaan wanita. Hal ini terkait dengan antifeminitas, dan sudah jelas keliru. Melakukan pekerjaan rumah seperti bersih-bersih dan memasak bisa dilakukan pria dan wanita.
Berikutnya
« Prev Post
Sebelumnya
Next Post »